Medan tidak pernah masuk dalam rencana traveling aku, tapi kesempatan itu tiba-tiba datang dan terlalu sayang buat dilewatkan. Ramadan 2023 ini aku habiskan 3 harinya di Sumatera Utara yaitu Medan dan Berastagi. Ngapain aja? Jadi aku susun itinerary sesimpel mungkin karena kondisi sedang puasa dan aku disana sendirian pula hahaha.
Itinerary Traveling Day 1 di Medan
Flight siang dari Soetta
Aku sengaja memilih flight siang hari dari Soeeta agar tidak terburu-buru dari rumah. Selepas sahur masih bisa packing, beberes, dan bersiap menuju stasiun KA Bandara di Manggarai. Sampai di Soetta masih cukup waktu untuk check in di loket sebab maskapaiku, Super Air jet sedang tidak bisa check in online. Aku pernah membahas tentang maskapai murah ini ketika terbang ke Bali dan membandingkannya dengan Transnusa yang bisa dibaca di sini: Perbandingan Transnusa dan super air jet.
Cuaca yang cerah tak membuat pesawat ini terhindar dari keterlambatan, tapi tak apa sebab aku sedang tidak terburu-buru juga. Selama di langit 2 jam, seingatku sih aku tidur sebab dapat seat di tengah hahaha ngga bisa lihat pemandangan. Meski sudah menyiapkan mendownload film di ipad, rasa kantuk tak terhindarkan sih.
Check In di The Reiz Suites
Sesampai di Bandara Kualanamu, aku sudah dijemput mobil rental yang sudah kupesan sebelumnya lengkap dengan drivernya. Opsi kayak gini lebih aman buat yang solo traveling pertama kali ke sebuah kota, apalagi di luar Jawa (dalam konteks ketersediaan angkutan umum).
Penginapanku adalah condo, yaitu The Reiz suites yang berada di tengah kota Medan. Aku sengaja memilih tempat ini agar dekat kemana-mana. Mau ke kota tua dekat, mall ada, pusat keramaian dan lain sebagainay terjangkau dengan jalan kaki saja.
The reiz suites mengharuskan deposit 500ribu cash, jadi siapin saja yah ktika check in. Aku menginap di kamar tipe one bed room dengan fasilitas dapur superlengkap dan living room. Luas banget sih kamarnya untuk satu orang saja sepertiku ahhaha.
Tidak ada restoran untuk breakfast ya, tapi kalau coffeshop/bar gitu ada di lobby. Kolam renang dan gym bukan untuk fasilitas tamu harian tapi untuk penghuni apartemennya. Kalau mau kesana harus ada akses khusus dan didampingi dari pihak penginapan.
Istana Maimun
Di tulisan kali ini aku nggak akan bahas soal sejarahnya, sekilas saja aku kesini sekalian ngabuburit. Rencananya adalah ke Ramadan fair di samping masjid raya, tapi karena parkir mobilnya di sini jadi ya sekalian saja. Sore itu Istana sudah tutup, jadi aku nggak masuk. Cukuplah mengagumi keindahan arsitektur bangunannya dari luar sambil mendengar murotal quran dari masjid. Sebuah sore yang sangaaaat syahdu.
Masjid Raya Al Mashun
Masjid Sultan!!!! Lokasinya tepat di seberang Istana Maimun. Sultan Ma’mun Ar-Rasyid sebagai pemimpin kesultanan Deli memulai pembangunan masjid ini pada tanggal 21 Agustus 1906. Seluruh pembangunan selesai pada tanggal 10 September 1909 (cuma 3 tahun) dan ditandai dengan pelaksanaan salat Jumat pertama di masjid tersebut. Anggaran pembangunan keseluruhan adalah satu juta gulden.
Aku selama ini adalah pengagum masjid ini di Kalender ahhaa. Asli terharuu banget bisa menanti maghrib di halaman masjidnya yang luas dan megah bersama ratusan warga Medan lainya. Aku membatalkan puasaku dengan minum seteguk Thai tea yang kubeli sambil berdesakan di Ramadan Fair di samping masjid.
Ada getaran yang membuncah dalam hati saat menaiki tangganyadan menatap dinding hingga langit-langit. Nuansa melayu dan Timur Tengah sangat terasa. Bagiku, keindahan masjid ini seperti imajinasi Istana yang ada di kepalaku. Sebelum iqomah dikumandangkan, aku sudah menempati shaf terdepan di deretan wanita.
Usai salat Maghrib, aku mencari kuliner di sekitaran sana. Akhirnya mencoba sate Padang yang terbuat dari daging aym bukan paru-hati-atau daging sapi seperti yang biasa kusantap di pulau Jawa.
Kembali ke penginapan, aku memesan secara daring mie aceh. Yang terkenal sih Mie Aceh Titi Bobrok, tapi aku memesan secara random saja yang terdekat.
Itinerary Traveling Day 2 di Medan
Walktour Kota Tua Kesawan
Usai sahur, sudah kucanangkan nggak akan tidur. Ketika hari mulai terang, kususuri kawasan kota tua Kesawan Medan yang diawali dari gedung kantor Pos Medan. Dengan berjalan kaki saja, gedung-gedung bersejarah itu menyapaku dengan ramah.
Dari semua gedung tua yang kudatangi, aku paling terkesima dengan gedung London Sumatera. Gedung London Sumatera merupakan gedung perkantoran untuk mengurusi perkebunan karet yang ada di Sumatera Utara pada zaman dulu.
Tak berhenti sampai situ, aku terus berjalan menyusuri gang-gang yang ternyata adalah pasar kain yang ramai di siang-sore hari. Kawasan tersebut adalah jalan perniagaan, yang pada jaman dulu merupakan pasar ikan. Saudagar Tionghoa membeli tanah dan toko disana dengan berjualan kain, kemudian berkembang hingga sekarang. Mirip lah dengan kawasan Pasar Baru Jakarta.
Langkahku selanjutnya memasuki kawasan stasiun kereta Medan. Stasiun Medan diresmikan pembukaannya pada 25 Juli 1886 oleh Deli Spoorweg Maatschappij. Kala itu terdapat jalur yang menghubungkan Stasiun Medan dan stasiun Labuan sepanjang 16,7 kilometer. Bentuk stasiunnya sudah berubah total, jadi tidak ada lagi nuansa-nuansa kolonialnya.
Aku mulai keringetan, ngadem di ruang tunggu stasin yang terkena kipas angin. Sepertinya harus segera kembali ke penginapan guna mengamankan puasaku hehe.
Mansion Tjong A Fie
Usai beristirahat dan menyempatkan diri ke Delipark Mall Medan yang isinya barang branded semua, aku memutuskan untuk ke rumah crazy Rich Medan yaitu Tjong A Fie. Sebenarnya lokasinya masih sejalan dengan rute jalan pagiku, tapi karena paginya aku sudah llah jadi lanjut di siangnya.
Dengan tiket masuk seharga Rp 35 ribu per orang, turis pun leluasa mejelajah kediaman Tjong A Fie yang berdiri sejak 1900 ini. Lain waktu akan kuceritakan lebih detail mengenai Rumah Tjong A fie. Diantara rumah pribadi yang dijadikan Museum yang pernah kukunjungi, menurutku rumah Tjong A fie ini yang paling punya daya tarik baik dari sisi sejarah maupun motivasi hidup. Tjong A fie dengan segala privilejnya bisa memanfaatkan itu untuk kemaslahatan umat manusia. Anak cucunya juga keren-keren, ada yang jadi pebisnis hingga atlet.
Bayangin, hingga sudah 100 tahun usai kematianya beliau masih dikenang. Rumahnya dikelola dengan baik oleh para keturunanya dan menjadikan kebermanfaatan buat masyarakat luas. Bukankah yang begini yang dinamakan amal jariyah?
Dari ruang ke ruang, aku menyimak setiap yang terpasang di dindingnya. Ada juga mebel yang ditata rapi. Hingga sampailah di ruang terbuka di bagian tengah, dan dari sana bisa melihat lantai dua dan sisi belakang dari rumah.
Kulineran Medan di Lontong Insomnia
Aku punya teman di Medan, namanya mba Nouva. Sore itu kami janjian ketemuan di masjid agung Medan usai salat ashar. Aku, mba Nouva dan suaminya berkeliling kota medan termasuk ke kompleks USU. Setelah itu kami menunggu buka puasa di tempat langganan mba nouva kalau begadang yaitu Lontong Insomnia. Namanya begitu, karena memang buka 24 jam ahhaha. Aku jadi ingat cafe di Pekalongan yang buka sampai pagi namanya Amnesia. Apa jangan-jangan ownernya bersaudara?
Tapi ini bukan coffeshop ya, ini lebih ke warmindo kalau di Jawa. Jualanya ada aneka nasi dengan lauk, aneka kuliner khas medan seperti Lontong Medan, juga kopi-kopian. Bentuk warungnya semi outdoor dengan banyak tanaman. Aku suka sih, nyaman! LANGSUNG keingat sama warung dengan konsep begini di Gili Terawangan Lombok namanya “SAMA-SAMA”. Apalagi di Lontong Insomnia ini juga ada foto-foto Bob Marley.
Aku memesan Lontong sayur teri buat buka puasa. Unik ya, sebab selama ini di pulau jawa aku nggak pernah makan lontong sayur dengan lauk ikan. Palingan juga telor rebus, ayam, daging, atau tahu-tempe.
varian menu gorengan dan camilan juga beragam. Cocoklah ini tempat buat nugas kalau di Medan. Lokasinya nggak di pinggir jalan besar banget, jadi ngga crowd. Kalau bawa mobil harus cari parkiran yang proper.
Itinerary Traveling day 3 di Medan dan Berastagi
Usai ngobrol dan berbuka puasa, aku langsung tancap gas ke Berastagi. Rasa kantuk tak terhindarkan apalagi malam itu Medan hujan. Jalanan berkelok dengan aneka kendaraan besar membuatku merasa semakin terlelap. Malam itu aku akan nge-camp tipis-tipis di Berastagi tepatnya di desa Semangat Gunung yang berjarak 1,5 km dari Gunung Sibayak.
Sunrise Hiking Gunung Sibayak
Rasa dingin yang menusuk kalbu membuatku nggak nyenyak tidur. Meski ada kasur empuk dan selimut tebal, rasanya malam itu ingin segera mendaki saja. Jam 3 pagi, tour guide menjemputku ke penginapan. Jadi aku sudah memesan tour sunrise hiking dengan fasilitas guide dan penjemputan ini sebelumnya.
Dini hari nan dingin itu aku mendaki bersama 2 orang turis asal Belanda. Kami mulai mendaki pada jam 4 pagi dari pintu gerbang Taman Hutan Raya Bukit Barisan. Jalur ini menawarkan track yang sebenarnya mudah, karena di setiap tanjakan akan disisipi area landai buat nafas. Tapi karena baru pertama kali, jadi nafasku ngos-ngosan juga hahaa.
Gunung Sibayak adalah kelas gunung berapi aktif yang memiliki uap panas. 2 jam kemudian sampai puncak, tepat sebelum matahari terbit pada pukul 06.15 WIB. Usai menikmati suasana dan foto-foto, kami menuruni bukit dan menuju kawah aktifnya. Lain waktu akan kubahas lebih detail yah.
Tips Solo Traveling ke Medan
Seperti solo traveling kemanapun, aku selalu tekankan keamanan. Pilih penginapan yang ratenya bagus, aman dan mudah dijangkau kemana-mana. Kalau lokasi travelingmu jarang kendaraan umum seperti Sumatera utara, lebih baik sewa mobil/kendaraan lainnya untuk berkeliling.
MEDAN, MEMBAWA KESAN!!!!
[…] Baca: Itinerary 3 hari di Medan […]