Petak 6 pancoran

Wisata sejarah Pecinan Jakarta paling pas dilakukan menjelang Imlek. Sore itu, aku memutuskan untuk menjelajahi wilayah Glodok demi wisata pecinan Jakarta. Aku benar-benar melihat sisi lain Jakarta, yang terasa seperti (mungkin Penang atau Taiwan). Imlek tahun ini berkesan sekali karena bisa menyaksikan langsung peribadatan di Wihara Dharma Bhakti. Menguak sejarah keberadaan masyarakat Tionghoa di Jakarta semenyenagkan itu ternyata.

Sejarah Tionghoa di Indonesia

Orang Tionghoa telah hadir di Indonesia selama lebih dari 500 tahun. Mereka pertama kali tiba di Indonesia sebagai pelaut, pedagang dan missionaries. Pada abad ke-17, banyak orang Tionghoa berimigrasi ke Indonesia untuk mencari peluang baru berdagang dan melakukan perdagangan antara Asia Tenggara dan India Timur. Pada abad ke-19, jumlah penduduk Tionghoa di Indonesia terus bertambah. Mereka banyak terlibat dalam dunia usaha, industri, budaya, dan makanan, jadi memainkan peran penting dalam pembangunan ekonomi dan infrastruktur Indonesia. Akibat pemogokan Terhadap Orang Tionghoa pada 1960-an dan 1970-an, banyak orang Tionghoa telah meninggalkan atau dideportasi dari Indonesia. Namun, para imigran Tionghoa tetap menjadi bagian integral dari kebudayaan dan ekonomi Indonesia hingga saat ini.

Sejarah Tionghoa di Jakarta

Orang Tionghoa telah menetap di Jakarta sejak awal abad ke-17 ketika mereka tiba di sini sebagai pedagang dan pelaut. Selama beberapa abad, populasi Tionghoa di Jakarta terus bertambah. Mereka banyak berperan dalam meningkatkan industri, perdagangan, seni, dan makanan di kota ini. Pada 1920-an, sebagian besar komunitas Tionghoa di Jakarta secara segregasi ditempatkan di Glodok, yang merupakan daerah Tionghoa pertama di kota ini. Sejak tahun 1980-an, sebagian besar komunitas Tionghoa di Jakarta telah mengalami modernisasi dan berkontribusi pada berbagai aspek kehidupan sosial.

Pecinan di Jakarta

Pecinan atau china town merupakan sebutan untuk kawasan yang dihuni oleh masyarakat Tionghoa sejak zaman dulu kala. Di Jakarta, pecinan terletak di kawasan Glodok. Di Glodok atau Pancoran dipenuhi dengan toko-toko kecil, pengecer, restoran modern, dan gedung bersejarah. Pecinan telah menjadi tempat tinggal bagi komunitas Tionghoa di Jakarta sejak abad ke-17. Selain itu, Pecinan juga merupakan tempat berbelanja yang populer, karena toko-tokonya menawarkan harga yang lebih murah dibandingkan dengan pengecer lainnya di Jakarta.

Wisata sejarah Pecinan Jakarta

Petak 6 di Chandra Pancoran

Petak 6 adalah kawasan kuliner pecinan yang lumayan baru di Jakarta. Ini adalah pertama kalinya aku kesana. wowoww ternyata dalemnya bagus banget, benar-benar arsitektur toko-tokonya ala Tionghoa gitu. Pilihan kulinernya juga banyak ya, dari chinese food hingga western ada semua. Meski ramai dan banyak banget toko, tapi hawanya tetap sejuk dan nyaman. Sepertinya perlu kesini lagi khusus buat kulineran deh. Pengen coba cempedak goreng yang legendaris itu.

Wisata sejarah pecinan jakarta

Di petak 6 ada tea house bernama piece of peace, aku belajar cara menyeduh teh ala tradisi Tionghoa. Tehnya juga teh Jepang yang didalamnya ada beras panggangnya. Pantes aja ketika minum kok berasa ada bau hangus. Hehhehe intinya ini minum air kerak nasi.

Piece of peace tea house

Gang Kalimati

Aku pernah ke Gang Gloria, di petak 9 Glodok. Nah, kalau Gang Klaimati ini mirip juga dengan gang Gloria. Aneka jajanan dan kuliner khas pecinan ada dimana-mana. Bakmi, choipan, kue keranjang, buah-buahan.

Gang kalimati

Sekolah Pa Hua

Keluar dari Kalimati, aku berjalan melewati bangunan-bangunan bergaya Tionghoa. Kenapa mereka ngumpul di area sini? Katanya sih karena mereka dulunya imigran, lalu bekerja membangun kota Tua atau bekerja ke VOC. Nah, upahnya lahan di kawasan Glodok ini.

Sekolah pa hua

Memasuki jalan besar dan melewati Toko Tiga, aku sampai di halaman SMAN 19 Jakarta. Ternyata sekolah ini berdiri sejak 1901 dgn nama “Tiong Hoa Hwee Koan” atau dikenal dengan “Pa Hua”. Pemerintah menutup (halusnya menasionalisasi) sekolah Pa Hua pada 1960.

Sekolah Pa Hua merupakan sekolah modern pertama di Hindia Belanda. Kalau sekarang sudah jadi SMA 19, bagian fasad depan bangunannya masih nampak bergaya art deco. Sayangnya aku ngga bisa masuk ke dalam gedung sekolah karena sudah sore.

Jilakeng, pusat prostitusi dan opium abad 18

Bayangin dong, itu tentara Belanda maupun sekutu yang datang ke Indonesia kan kebanyakan Bapak-bapak ya. Bagaimana mereka memenuhi kebutuhan biologisnya? Nah, munculah tempat prostitusi. Pada awal kongsi dagang Belanda VOC menaklukkan Jayakarta dan membangun Batavia pada 1619, kekurangan wanita Eropa menjadi masalah.

Jilakeng prostitusi batavia

Namanya sekarang Jalan Perniagaan Barat. Namun dulu orang-orang Batavia lebih mengenalnya dengan Jilakeng. Panjang jalannya kurang dari 1 kilometer, terdiri dari 26 rumah. Berdansa, bercinta hingga mengonsumsi opium adalah kegiatan di Ji La Keng.

Gereja Santa Maria de Fatima

Warna bangunnya didominasi merah dan emas. Di bagian depan pintu masuk terdapat dua patung singa, namun ini ternyata bukan Klenteng. Namanya gereja Santa Maria de Fatima, unik sebab awlanya merupakan rumah dari orang Tionghoa namun diubah menjadi gereja. Adzan maghrib berkumandang saat aku berada di gereja yang bentuknya seperti klenteng di samping sekolah Ricci.Dulunya bangunan ini adalah rumah Kapitan Tionghoa bermarga Tjioe.

Gereja santa maria de fatima

Vihara Dharma Bhakti

Aroma dupa semerbak mewangi saat aku masuk ke vihara Dharma Bhakti. Klenteng ini dibangun pada 1650 dengan nama Kwan Im Teng. Inilah asal mula kata “klenteng”, saat “Kwan Im Teng” kebaca “Klenteng”.

Vihara dharma bhakti

Luas banget! Pada abad ke-18, seiring dengan perkembangan kota yang semakin pesat, Kim Tek Ie dikenal sebagai tempat ibadah masyarakat Tionghoa yang terpenting di Batavia. Setiap pemuja diterima dengan terbuka dan menjadi tempat ibadah yang banyak dikunjungi pejabat-pejabat.

Chandra Naya

Gedung Candra Naya merupakan cagar budaya yang wajib banget dikunjungi dalam rangkaian wisata pecinan Jakarta. Lokasinya tidak persis di pinggir jalan, namun tersembunyi di dalam kompleks superblok dimana terdapat Hotel Novotel, di Jl Gajah Mada.

Chandra naya

Bangunan Candra Naya didirikan pada abad 19 terletak di jalan Gadjah Mada 188 Jakarta Barat. Bangunan tersebut dahulunya adalah rumah seorang mayor Tionghoa yang bertugas mengurusi kepentingan masyarakat Tionghoa di Batavia pada zaman penjajahan.

Kesimpulan wisata sejarah pecinan Jakarta

Menurutku, tur sejarah seperti ini seru banget. Kadang kita lewat-lewatin aja bangunan yang ternyata punya cerita panjang dan menarik. Kemarin aku ikutan tur wisata Pecinan Jakarta bersama walkindies Jakarta, silakan kepoin aja web atau akun sosmendnya ya.

Tour walkindies jakarta

3 Comments

  1. […] siapa sangka pada abad 18 tempat ini adalah pusat hiburan terbesar di Batavia. Dalam rangkaian walktour wisata sejarah Pecinan Jakarta di Pancoran, terrnyata salah satu destinasinya adalah Ji Lak Keng atau yang sekarang disebut Jelakeng. […]

  2. Hii, aku juga suka nyari tempat-tempat bersejarah di Jakarta, saran explore tentang Daan Moogot jugaa dong

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *